Kamis, 22 November 2007

Resensi Film Quicke Exprees

Lihat Gambar

Pemain: Tora Sudiro, Aming, Lukman Sardi, Tino Saroengallo, Sandra Dewi, Ira Maya Sopha, Rudy Wowor, Tio Pakusadewo

Setelah absen selama lima tahun, Dimas Djayadiningrat kembali ke dunia film dengan menyutradarai dan mendesain produksi film komedi khusus dewasa bertitel QUICKIE EXPRESS. Film ini bercerita tentang Jojo (Tora Sudiro), seorang anak muda yang terjebak dalam kerasnya kehidupan di Jakarta. Setelah mencoba peruntungan dengan bekerja di berbagai profesi, mulai dari office boy di sebuah toko perbelanjaan sampai akhirnya terdampar menjadi pegawai di tempat tambal ban.

Dari situlah ia kemudian bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang memiliki perusahaan bergerak di bidang jasa male escort alias gigolo. Untuk menghindari serangan dari kelompok religius, lelaki tua ini menjalankan bisnisnya dengan kedok pizza delivery service yang diberi nama QUICKIE EXPRESS.

Jojo bergabung bersama dua orang teman yang juga "anak baru" di Quickie Express, yaitu Marley (Aming) dan Piktor (Lukman Sardi). Dengan tampang dan keunikan mereka, tak lama kemudian mereka langsung menduduki posisi tinggi di perusahaan escort ini. Hidup mereka jauh lebih baik dan ternyata mereka menikmati pekerjaan mudah dan berkelas ini yang juga menghasilkan cukup banyak uang

Namun, kebahagiaan terusik saat Jojo jatuh cinta pada seorang mahasiswi bernama Lila (Sandra Dewi). Pasalnya, Lila adalah anak seorang tante pelanggan spesial Jojo. Tak hanya itu, ayah sang gadis ternyata seorang gangster gay yang juga punya hati terhadap Jojo.

Film yang diproduseri oleh Nia Dinata ini memberikan alur cerita ringan tapi tak mudah ditebak dengan berbagai percakapan dan adegan lucu yang penuh sindiran

Rabu, 10 Oktober 2007

Jangan Remehkan Insomnia !!!

Anda sering mengalami gangguan susah tidur? Saat semua orang menikmati istirahat panjang di malam hari, anda justru tetap terjaga? Kalau anda menjawan YA, maka mulailah menganggap bahwa ini adalah hal serius. Jangan sekali-kali meremehkannya, karena gangguan tidur berpotensi menyebabkan kematian.

Menurut Dr Olga Parra yang melakukan penelitian bersama tim peneliti dari University Hospital Barcelona, Spanyol, kesulitan tidur atau 'sleep apnea' bisa berdampak pada naiknya resiko stroke yang mengakibatkan kematian. Kesulitan selama tidur kemungkinan disebabkan oleh adanya gangguan secara berkala saat mengambil nafas.

Ini bisa menjadi resiko baru sebuah kematian yang disebabkan oleh stroke. Kesulitan untuk tidur atau 'sleep apnea' diperkirakan dialami hampir 20% orang dan setidaknya gangguan pernafasan itu mengalami masa interval 10 detik atau lebih yang bisa dialami selama 300 kali dalam semalam.

Dalam penelitiannya, Dr Olga Parra melibatkan 161 pasien penderita stroke untuk melihat hubungan antara resiko stroke dengan 'sleep apnea'. "Penelitian kami merupakan kali pertama yang menyebut adanya hubungan antara 'sleep apnea' dan stroke yang bisa menimbulkan kematian," ujarnya. Hubungan itu sangat jelas dimana 'sleep apnea' merupakan gangguan pernafasan selama tidur karena terhambatnya aliran udara.

Dr Olga Parra mulai melakukan monitoring atas penderita stroke setelah pihak rumah sakit mendapati kenyataan adanya pasien yang mengalami stroke setelah mengalami gangguan selama tidur. Selama hampir 30 bulan melakukan penelitian, Dr Olga Parra menghadapi kenyataan bahwa 22 dari 161 pasien meninggal dunia.

Setengah dari 22 pasien itu mengalami serangan stroke tahap kedua. Pasien yang paling tinggi dari 161 pasien itu adalah penderita 'sleep apnea' dan menduduki resiko paling tinggi mengalami stroke. Demikian kesimpulan tim pimpinan Dr Olga Parra yang dipublikasikan oleh the European Respiratory Journal.

Stroke merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian dan terjadi jika aliran darah ke otak mengalami hambatan. Karena mengalami hambatan maka aliran oksigen tidak bisa mengalir ke otak. Menurut WHO di tahun 2002 silam diperkirakan 5.5 juta orang meninggal diseluruh dunia karena stroke.

Mengomentari hasil penelitian Dr Olga Parra itu, Ludger Grote dari Sahlgrenska Hospital, Swedia, mengatakan penelitian itu membuat orang makin memahami peran 'sleep apnea' pada pasien penderita stroke. "Studi Dr Olga Parra memperjelas potensi sleep apnea pada penderita stroke. Hal itu bisa menjadi sebuah pertimbangan untuk melihat implikasi untuk melakukan manajemen stroke."

Kini Dr Olga Parra akan menyebarluaskan hasil studi mereka ke pusat rehabilitasi 'sleep apnea' diseluruh Spanyol untuk mengurangi angka kematian akibat stroke. Lima tahun kedepan Dr Olga Parra berharap bisa dimunculkan hasil studi yang baru.